Uncategorized

Cerita Abdullah Pedagang Bendera yang tak Kenal Lelah

×

Cerita Abdullah Pedagang Bendera yang tak Kenal Lelah

Sebarkan artikel ini
Salah satu pedagang bendera merah putih dan aksesoris di kota Pandan. (Batakpost.com/HAT)
Salah satu pedagang bendera merah putih dan aksesoris di kota Pandan. (Batakpost.com/HAT)
Advertisement
Example 300x600
Advertisement

Pandan, 2/8 (Batakpost.com)- Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia seperti sekarang ini, kawasan Kota Pandan dan Kota Sibolga sudah diramaikan dengan kehadiran para pedagang bendera merah putih. Mereka memajang bendera dan aksesoris lainnya di beberapa tempat.

Namun tidak banyak yang tahu, bahwa mereka ini datang dari Pulau Jawa, tetapnya Jawa Barat hanya memanfaatkan momen Hari Kemerdekaan.

IKLAN
IKLAN

Salah seorang pedagang bendera merah putih yang disambangi batakpost.com di bilangan Pandan menceritakan bagaimana perjuangan mereka datang dari Kabupaten Garut, Jawa Barat ke Sumatera Utara yang tak kenal lelah khusus untuk jualan bendera.

“Kalau kita mah berasal dari Garut, tepatnya dari Kecamatan Tarago, Jawa Barat,” kata Abdullah dengan logat Sunda-nya yang kental waktu bincang-bincang, Selasa sore.

BACA JUGA: Kembali PWI Sumut Serahkan Santunan Asuransi Wartawan

Dia sendiri mengaku sudah lima tahun jualan bendera di Sibolga-Tapanuli Tengah. Dia mengontrak satu kamar di salah satu rumah makan yang ada di Kelurahan Pasar Belakang, Sibolga.

“Dulu keluarga saya yang jualan ke Sibolga-Tapteng ini, namun karena dia sudah tua gak sanggup lagi jualan, dan dilanjutkan ke saya. Itulah awalnya saya menginjakkan kaki ke Sumatera Utara ini,” kenangnya.

Diungkapkannya, bahwa masyarakat yang ada di Garut memang memiliki keterampilan membuat bendera Merah Putih, Umbul-umbul dan Aksesoris kemerdekaan lainnya. Hasil karya mereka itu ditampung pengusaha atau toke dan dijual ke luar daerah menjelang Hari Kemerdekaan.

“Ini semua barang toke, kita mah hanya jual aja. Nanti dari hasil penjualan dikasih gaji kita. Nah, kalau kita pintar jualnya, lumayanlah ungtungnya. Tetapi kalau pas-pasan harganya, maka untungnya juga sedikit. Kalau untung sedikit, sudah pasti atuh gaji kita juga kecil dari toke,” ujarnya.

Dia pun mencontohkan, untuk umbul-umbul Bandir dijual seharga Rp 30 ribu per picis. Umbul-umbul Background yang panjangnya 10 meter dijual Rp 250 ribu/picis. Umbul-umbul logo Garuda panjang 10 meter dijual Rp 240 ribu/picis, dan untuk Bendera Merah Putih ukuran 1,8 m x 30 cm dijual Rp 40 ribu/picis.

Jika dia bisa menjual seharga itu, maka untung yang dia dapat sudah lumayan ditambah lagi gaji dari toke.

Abdullah (57) Salah soerang pedagang Bendera Merah Putih dan Aksesoris yang datang dari Garut Jawa Barat khusus untuk jualan ke Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. (Batakpost.com/HAT)
Abdullah (57) Salah soerang pedagang Bendera Merah Putih dan Aksesoris yang datang dari Garut Jawa Barat khusus untuk jualan ke Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. (Batakpost.com/HAT)

“Pintar-pintar kita aja Aa (Abang dalam Bahasa Sunda) menjual dan melayani pembeli. Alhamdulillah, ya, masyarakat di sini mah baik-baik, gak jauh-jauh amat nawarnya,” akunya.

Ditanya bagaimana penjualan dari tahun ke tahun, menurut ayah dua orang anak ini penjualan mereka lumayan, karena setiap tahunnya masyarakat selalu belanja perlengkapan bendera dan aksesoris. “Orang Sumut mah Nasionalisnya tinggi Aa, selalu patuh pasang bendera dan aksesorisnya, baik itu dari kantoran dan juga masyarakat biasa. Bahkan tahun lalu saat masih corona, penjualan kita juga lumayan Aa,” jawabnya.

Karena hasil penjualan bendera ini lumayan menjanjikan kata dia, sehingga banyak warga Garut yang ikut terjun jualan ke wilayah Sumatera Utara. Dan rata-rata mereka mendapat untung atau gaji yang lumayan juga.

BACA JUGA: Bupati Nikson Kembali Turun Gunung dan Bermalam di Rumah Warga

Untuk saat ini saja sebut Abdullah, rekannya yang satu toke buka lapak di Tarutung, di Balige, Humbang dan beberapa kota lainnya. Belum lagi anggota dari toke-toke yang lain.

“Hampir semua penjual bendera yang ada di Sumatera Utara ini adalah warga Garut Aa,” sebut Adullah.

Ada pun sistem keberangkatan mereka dari Garut ke Sumatera Utara dengan menaiki mobil Antar Litas Sumatera (ALS) dengan harga tiket Rp 575 ribu sekali jalan.

Masih menurut cerita pria berusia 57 tahun itu, biasanya seminggu menjelang hari Kemerdekaan, mereka harus berani bermain harga, agar mereka tidak repot membawa pulang sisa bendera, meski pun masih bisa dijual untuk tahun berikutnya.

Sehabis momen Hari Kemerdekaan, maka para pedagang musiman ini akan kembali ke kampung halamannya di Garut. Di sana mereka akan melanjutkan pekerjaannya sebagai petani dan juga beternak.

“Rata-rata kita petani dan beternak Aa. Habis Hari Kemerdekaan ini kita kembali bertani sambil menunggu tahun depan untuk turun jualan lagi. Begitulah setiap tahunnya yang kami lakukan Aa,” tutupnya. (HAT)