Jakarta, 26/1 (Batakpost.com) – Baru-baru ini, Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, membuat pengumuman kontroversial terkait rencananya untuk membeli 350.000 chip grafis H100 Nvidia senilai USD 30.000 per unit. Langkah ini diumumkan dalam postingan Instagram Zuckerberg, di mana dia menyatakan niatnya untuk membangun Artificial General Intelligence (AGI) yang bersifat open source. AGI merupakan titik di mana kecerdasan buatan mencapai atau bahkan melampaui tingkat kecerdasan manusia.
Meskipun rencana ini diumumkan dengan tujuan positif untuk memajukan kecerdasan buatan, ahli teknologi dan ilmuwan menyuarakan keprihatinan mereka. Dame Wendy Hall, seorang ilmuwan komputer di Universitas Southampton, menyatakan bahwa pemikiran tentang AGI open source yang dirilis tanpa pengaturan yang memadai sangat menakutkan.
“Di tangan yang salah, teknologi seperti ini bisa menimbulkan kerugian besar. Sangat tidak bertanggung jawab jika sebuah perusahaan menyarankannya,” ujar Hall.
Menurut Hall, walaupun AGI mungkin masih bertahun-tahun lagi untuk terwujud, ini adalah masalah keselamatan publik yang mendesak. Andrew Rogoyski, direktur Institute for People-Centred AI di University of Surrey, mendukung keprihatinan tersebut dan menekankan bahwa keputusan terkait AGI harus diambil berdasarkan konsensus internasional, bukan hanya keputusan dari dewan direksi perusahaan teknologi raksasa.
Impian Meta (sebelumnya Facebook) untuk mengembangkan AGI open source juga telah mendapat kritik sebelumnya. Dame Wendy Hall bahkan menyamakan model bahasa besar (LLM) Llama 2 milik Meta dengan memberikan alat kepada orang-orang untuk membuat bom nuklir.
Meta bukanlah satu-satunya perusahaan yang berusaha membangun AGI, tetapi keputusan untuk membuatnya bersifat open source menimbulkan kekhawatiran di kalangan ahli teknologi. Para pesaing seperti OpenAI dan Google DeepMind tidak mengikuti model tersebut, memicu sejumlah pertanyaan dan keprihatinan di industri kecerdasan buatan. (int)
Baca Berita menarik lainnya dari Batakpost.com di GOOGLE NEWS