Jakarta, 10/11 (Batakpost.com)- Hampir semua pemegang ponsel pernah mendapat SMS penipuan yang modusnya meminta tolong. Salah satunya seperti berikut.
“Saya Zainal, tinggal di Malaysia. Saya berencana menginvestasikan dana saya sebagai bekal hidup di Indonesia. Saya butuh orang yang bisa dipercaya. Saya punya dana 5 juta ringgit. Kalau serius ingin membantu, silakan membalas di nomor 08xx120xx8xxx,”
Model pesan lainnya juga banyak beredar, seperti mengajak Anda mengambil hadiah sebagai pemenang undian, lalu meminta Anda mengirim sejumlah uang.
Berdasarkan data Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya tahun 2014 terdapat 785 kasus kejahatan siber yang dilaporkan 404 di antaranya adalah kasus penipuan, termasuk melalui SMS.
Sementara data Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) sampai saat ini terdapat 360 juta nomor seluler di Indonesia. Padahal, jumlah penduduk di Indonesia hanya 261 juta jiwa.
Dengan kata lain, satu penduduk bisa memiliki lebih dari satu nomor ponsel aktif. Diindikasikan pemegang banyak kartu inilah yang diduga melakukan penipuan.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari kejahatan siber dengan kebijakan registrasi nomor handphone. Mulai 31 Oktober 2017, setiap pemilik kartu prabayar diwajibkan untuk meregistrasi nomornya berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK).
Kewajiban tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang telah diperbarui dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2017.
Menurut Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad Ramli, publik antusias untuk mendaftarkan nomornya. Hingga Selasa (7/11/2017) pukul 12.00 WIB, jumlah kartu prabayar yang telah teregistrasi mencapai 46.559.400 nomor.
“Ini menunjukkan antusiasme publik yang luar biasa sekaligus menangkal isu bahwa registrasi ini hanyalah hoaks,” jelas Ramli saat diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kementerian Kominfo, Selasa (7/11/2017)
Lantas, apakah proses registrasi itu aman dari penyalahgunaan data?
Ramli mengatakan proses registrasi tersebut dijamin aman dari penyalahgunaan data pelanggan. Hal itu disebabkan semua operator telekomunikasi telah terikat komitmen menjamin perlindungan data pelanggan sesuai ISO 27001.
Ramli melanjutkan, untuk menambah keamanan pengguna, para operator seluler juga segera menyediakan fitur pengecekan nomor pada 13 November 2017 mendatang.
“Jadi, misalnya seseorang ingin tahu keamanan datanya, tinggal kirim pesan ke nomor yang ditentukan operator. Nantinya, bakal ketahuan nomor NIK kita dipakai pada berapa nomor seluler,” paparnya.
Dengan begitu, apabila pelanggan merasa datanya disalahgunakan dapat segera melakukan pembatalan registrasi (UNREG) dengan membawa KTP dan KK ke gerai operator.
Terkait keamanan data, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh turut angkat bicara. Menurut dia, operator seluler hanya memiliki akses mencocokkan data kependudukan.
“Operator tidak kami beri akses untuk menyimpannya,” beber Zudan.
Zudan pun menyambut baik hadirnya program registrasi ini karena mampu membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap data kependudukan.
Jika ditilik dari sejarahnya, sebetulnya kebijakan registrasi kartu prabayar bukanlah hal baru di Indonesia. Karena itu, selayaknya masyarakat menyingkirkan pemikiran negatif terkait kebijakan ini.
Sementara Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, pada 2005 lalu kebijakan registrasi data diri bagi pemilik kartu seluler telah dilakukan dengan mendaftarkan nama dan alamat tempat tinggal.
“Bedanya, dahulu masyarakat bisa dengan mudah mengaktifkan kartu seluler walaupun namanya diisi yang aneh-aneh dan tetap diterima sistem. Sekarang sudah tidak bisa,” ucapnya.
Nah, dengan adanya kewajiban registrasi tersebut, maka data sekitar 360 juta nomor seluler di Indonesia menjadi dapat tervalidasi secara akurat.
Ekonomi digital
Indonesia tengah bersiap menyongsong legitnya industri digital beberapa tahun lagi. Geliat itu telah terasa di Tanah Air dengan menjamurnya berbagai usaha rintisan.
Berkaca pada proyeksi Kementerian Komunikasi dan Informatika, ekonomi digital di Indonesia dapat tumbuh mencapai 130 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.700 triliun pada 2020.
Angka proyeksi ekonomi digital 2020 itu hampir setara 20 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Proyeksi ini naik dari realisasi 2017 sebesar USD 75 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengamini potensi besar negara berpenduduk sekitar 260 juta orang ini. Ia mengatakan, kewajiban registrasi kartu seluler merupakan langkah positif untuk menangkap momentum emas tersebut.
“Penyebaran hoaks, penipuan, dan lain sebagainya menjadi semakin mudah dilaporkan dan diketahui pelakunya,” katanya.
Menyadari baiknya kepentingan nasional pada kewajiban registrasi seluler ini, selayaknya masyarakat bergegas mendaftarkan kartu selulernya sebelum 28 Februari 2018.
Jika melebihi tanggal tersebut, pengguna telepon seluler dapat mengalami pemblokiran secara bertahap, hingga puncaknya pemblokiran total pada 28 April 2018.
Tak perlu cemas, registrasi nomor seluler tersebut dipastikan gratis alias tanpa biaya. (dtc)