Sultanate Institute dan Bupati Tapanuli Tengah Sepakat Konservasi Kawasan Situs Bongal

Tapteng, 24/2 (Batakpost.com)- Sultanate Institute menyampaikan tiga rekomendasi terkait pelestarian kawasan Situs Bongal yang ada di Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Rekomendasi itu disampaikan langsung kepada Bupati Tapanuli Tengah, Bakhtiar Ahmad Sibarani, Rabu (23/2/2022) di kantor Bupati Tapanuli Tengah di Pandan.

Menurut Direktur Sultanate Institute, Tori Nuariza, riset tentang Situs Bongal telah dilakukan sejak tiga tahun terakhir. Riset diawali dengan survei kawasan dan temuan pada akhir tahun 2020. Survei itu kemudian melahirkan kerja sama riset dan ekskavasi antara Sultanate Institute dengan Balai Arkeologi Sumut pada tahun 2021.

Sementara itu, riset pada tahun 2022 ini melibatkan para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang terdiri dari sejumlah pakar arkeologi sejarah, pakar arkeologi maritim, pakar geo-arkeologi, hingga pakar kehutanan.

Dalam riset pustaka yang dilakukan Sultanate kata Tori, ada tiga pelabuhan terkenal pada abad 7 hingga 10 M, yaitu Fansur, Palembang dan Lamuri. Informasi ini dapat ditemukan dalam Kitab Hudud  Al-Alam, Muruj Adz-Dzahab, Ajaib Al-Hindi, Rihlah As-Sirafi dan Al-Masalik wal Mamalik.

Keramik Dinasti Tang. Selain itu juga ada Koin Dirham Dinasti Abbasiyah. Dicetak di Madinatussalam (Baghdad) tahun 160 H/776 M pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi. Juga ada Mangkuk warna hijau khas wilayah Nisyapur. Mangkuk ini diidentifikasi bukan berasal dari kawasan China dilihat dari bahan tembikar yang lebih lunak, serta lapisan kuarsa kedap air warna hijau khas produksi Timur-Tengah yang ditemukan warga dalam aktifitas penambangan daerah Sibongal, Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. (Dokumen: Sultanate Institute)

“Dalam studi pustaka pada kitab-kitab Islam klasik, kawasan Bongal ini memiliki indikasi kuat identik dengan Fansur. Kawasan ini menjadi penghasil komoditas kafur, gaharu, kemenyan dan emas,” jelas Tori.

Baca Juga:  Pj Bupati Tapteng Sampaikan Hal Ini Kepada para Camat

Komoditas ini menjadi daya tarik perdagangan internasional saat itu. Terlebih harga kafur pada era perdagangan itu lebih mahal nilainya dari pada emas.

Informasi dari sejumlah catatan Islam klasik itu diperkuat dengan kondisi geografis Situs Bongal yang berada menjorok ke teluk. Selain itu juga diperkuat dengan temuan para arkeolog di situs ini.

Ada pun benda-benda yang ditemuan berasal dari abad 7 hingga abad ke 10 terangnya, yaitu, sisir tenun, fragmen kayu kapal, pancang-pancang, nibung yang menjadi struktur bangunan, koin era umayyah dan abbasiyah, botol kaca kaca Timur Tengah (Syam), Alembic, tembikar berglasir dari Nisaphur dan Rayy, keramik Dinasti Tang, manik-manik kaca, fosil kafur, gaharu dalam temuan temuan lainnya.

Botol Kaca Timur Tengah. Botol ini kuran kecil berwarna kehijauan. Benda ini ditemukan tahun 2020 di Pesisir Barat Pulau Sumatera, tepatnya di kawasan Situs Bongal, Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada koordinat 1.588991,98.833230. Juga ditemukan Koin koin ummayah dan abbasiyah. dan Fragmen Keramik dari nisaphur. Ini semua ditemukan di Situs Bongal Desa Jago-jago Kecamatan Badiri, Kabupaten TapanulI Tengah, Sumatera Utara. (Dokumen Sultanate Institute)

Tiga Rekomendasi

Mengingat pentingnya situs tersebut maka ada tiga hal yang harus dilakukan dalam pelestarian situs. Pertama, mendirikan on site museum di kawasan situs Bongal yang berisi temuan-temuan dari situs tersebut.

Kedua, konservasi tiga komoditas aromatika, yaitu, kafur, gaharu dan kemenyan. Sebab hingga saat ini komoditas-komositas tersebut langka. Padahal masih diminati dunia, utamanya untuk aromateraphy dan keperluan medis.

“Yang ketiga, kami meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat segera  menetapkan situs ini menjadi Cagar Budaya Nasional dan juga membantu dukungan anggaran dalam rangka pelestarian kawasan bersejarah ini,” pungkas Tori

Dukungan Bupati Tapteng

Sementara itu, Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani mendukung riset untuk mengungkap sejarah yang terkubur di situs Bongal. Ia berharap kajian terhadap situs ini dilakukan dengan teliti.

Baca Juga:  5 Warga Disambar Petir di Tapteng, 1 Meninggal Dunia

“Saya mendukung ini digali (dikaji), namun harus teliti baik-baik, jangan sampai ada penyesatan sejarah, jangan sampai yang tidak tahu sejarah seolah-olah tahu,” ujarnya.

Untuk itulah Bupati mendukung penuh riset yang dilakukan oleh Sultanate Institute agar ini tidak hanya dikenal di Indonesia tapi juga dunia. Sehingga tidak hanya dapat ditetapkan sebagai  Cagar Budaya Nasional, tapi juga situs penting dunia.

“Tentu saya sebagai Bupati mendukung penuh hal ini digali oleh Sultanate Institute. Saya harap situs ini bisa dikenal bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia, dan (UNESCO) menetapkannya sebagai situs penting,” harap Bakhtiar usai menerima kunjungan tim peneliti Sultanate Institute dan perwakilan tim peneliti BRIN di Kantor Bupati Tapanuli Tengah, Rabu.

Sejumlah kebijakan yang mendukung riset dan pelestarian situs ini telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. Dari sisi infrastruktur, Bupati telah memerintahkan Dinas PU Tapteng untuk  memperbaiki akses menuju Situs Bongal usai ekskavasi pertama di situs Bongal tahun 2021 lalu, seperti memperbaiki jalan dari Simpang Lopian menuju Desa Jago-jago serta membangun Jembatan Gantung di  Desa Jago-jago.

Kemarik kuno dan ijuk yang ditemukan di Situs Bongal yang berada di Desa Jago-jago,, Kecamatan Badiri, Kabupaten TapanulI Tengah, Sumatera Utara. (Dokumen Sultane Institute).

Kini Jembatan itu menjadi akses utama para peneliti untuk menuju situs Bongal. Pembangunan infrastruktur ini juga sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat.

“Jadi apa yang dibutuhkan di sana dan langkah-langkah apa yang dilakukan Sultanate Institute pasti akan saya dukung sebagai Bupati, dan kami tidak akan berdiam diri,” tegasnya.

Dukungan tersebut diberikan Bakhtiar sebab ia menyadari ada sejarah yang penting yang terkubur di Situs Bongal. Riset terhadap Situs Bongal tentu sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat.

“Saya minta masyarakat juga mendukung riset terhadap situs ini dengan tidak memgambil benda-benda tinggalan sejarah dari situs ini,” imbau Bakhtiar.

Bupati muda ini pun siap mendukung langkah-langkah konservasi kawasan situs Bongal, termasuk penanaman kafur kembali.

Bahktiar menyambut baik rencana penanaman kafur di kawasan itu. Terlebih kafur memang menjadi ciri khas Tapanuli Tengah. Pembudidayaan Tanaman Kafur masih dilakukan di Barus yang menjadi tanah kelahirannya.

“Rekomendasi apa yang diberikan sultanate dan para peneliti kami siap mendukung. Kalau memang mau dilakukan penanaman kafur silahkan, itu sah-sah saja,” sambutnya.

Lebih lanjut Bakhtiar meminta dukungan dan perhatian serta kerja sama berbagai pihak dalam konservasi kawasan situs Bongal, termasuk dukungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Pusat.

Sebelumnya pada 4 Oktober 2021 lalu, Direktur Media Literasi Nesia, Abu Bakar dan Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Dr. Ketut Wiradnyana berkunjung ke Kantor Bupati Tapanuli Tengah. Dalam pertemuan tersebut dibahas rencana pembangunan museum dan pengembangan kawasan Bongal. (ril)