Aktivis Lembaga Ovata Indonesia, Erwinsyah Siregar, mengapresiasi komitmen PTAR dalam melestarikan ekosistem pesisir dan ekosistem laut, utamanya penyu yang masuk dalam kategori fauna dilindungi serta masuk ke dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan Appendix I CITES yang berarti keberadaannya terancam punah.
Selain ancaman dari hewan predator dan perburuan oleh manusia, siklus kawin penyu yang lambat juga menjadi tantangan dalam upaya konservasi reptil purba ini. Penyu baru bisa kawin dan bertelur saat memasuki usia 20-30 tahun.
“PTAR telah menjadi agen terdepan dalam upaya konservasi penyu dan ke depan dapat mendukung Pantai Muara Opu menjadi salah satu pusat penangkaran penyu di Sumatra Utara,” kata Erwinsyah.
Pantai Barat Muara Opu merupakan pantai peneluran penyu Samudera Hindia karena lima dari enam jenis penyu di Indonesia berada di lokasi tersebut, yakni Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan Penyu tempayan (Caretta caretta).
Dalam mengelola keanekaragaman hayati, upaya yang telah dilakukan PTAR antara lain memberikan edukasi atau sosialisasi program konservasi kepada masyarakat sekitar serta riset komposisi dan keanekaragaman flora dan fauna di area pengembangan Tambang Emas Martabe. Selain itu, PTAR melakukan konservasi di laut dan pesisir dengan berkontribusi dalam restorasi hutan mangrove di Teluk Pandan, Tapanuli Tengah.
Apresiasi kepada PTAR turut disampaikan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan Sofyan Adil Siregar. Menurutnya, kegiatan ini dapat mendorong sektor pariwisata di Tapanuli Selatan.
“Semoga kerja sama yang baik dari semua pihak ini dapat kita pertahankan. Harapannya, upaya yang kita lakukan ini dapat meningkatkan kualitas habitat dan ekosistem penyu di Muara Opu,” pungkasnya. (red/ril)
Baca Berita menarik lainnya dari Batakpost.com di GOOGLE NEWS