Berita UtamaBudaya

Pemanfaatan Opera Batak dan Revitalisasi

×

Pemanfaatan Opera Batak dan Revitalisasi

Sebarkan artikel ini
Salah satu pertunjukan Opera Batak di Samosir. (Batakpost.com.Doc Pusat Latihan Opera Batak)
Advertisement
Example 300x600
Advertisement

Mengapa Opera Batak Direvitalisasi?

Opera Batak direvitalisasi pada tahun 2002 karena mengingat ciri khasnya dari sudut pandang tradisi lisan. Namun upaya melanjutkan revitalisasi itu diperkaya dengan sudut pandang seni pertunjukan. Unsur tradisi lisan dalam Opera Batak ditunjukkan melalui ungkapan-ungkapan sastra lama yang sering digunakan dalam lakon cerita dan lagu-lagu. Juga dengan metode penyebaran kemampuan sesama pemainnya.

Sudut pandang seni pertunjukan Opera Batak ditandai oleh dramaturginya yang terus menggali ketersediaan sumber untuk ketiga elemen dengan nuansa penciptaan. Ciri komunal dan personal menjadi tarik-menarik dalam dramaturgi Opera Batak. Ditambah lagi struktur pertunjukan yang dapat diatur sebagai permainan setiap elemen dan improvisasi.

Tujuan khusus lainnya revitalisasi Opera Batak menyambut program otonomi daerah. Otonomi daerah selalu identik dengan kemandirian lokal. Tapanuli Utara adalah induk kabupaten yang mengapresiasi Opera Batak untuk direvitalisasi pada tahun 2002 dan bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan. Selanjutnya upaya pengembangan revitalisasi itu dilakukan oleh Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) yang beroperasi dari Siantar sejak 2005. Upaya revitalisasi itu menyebarkan pengetahuan tentang Opera Batak hingga ke ranah pertunjukan di luar negeri sejak 2013. Pertunjukan di luar negeri merupakan salah satu visi Opera Batak terdahulu yang ingin menguasai Asia dan Eropa.

Dari perkembangan upaya revitalisasi, Opera Batak memasuki fase kompromi. Terutama untuk kompromi bahasa. Karena kepeloporan dan dinamika Opera Batak dominan oleh orang-orang Batak-Toba maka bahasa utama dalam setiap pertunjukannya cenderung dengan dialek Batak-Toba dan paling mungkin kompromis setelah 1928 dengan bahasa Indonesia. Termasuk teks Opera Batak “Guru Saman” misalnya menggunakan beberapa dialog dengan bahasa Indonesia, selain dialek Karo secara selintas untuk menunjuk latar belakang tokoh Guru Saman.

Fase kompromi bahasa setelah keberhasilan revitalisasi menjadi perhatian tersendiri untuk membuka diri kepada penonton yang beragam. Opera Batak setelah revitalisasi sudah berani menggunakan bahasa-bahasa lain, seperti Jerman, Inggris, dan bahasa daerah di luar dialek Batak-Toba. Pemanfaatan Opera Batak lewat kompromi bahasa itu membuka peluang juga kepada para pemain yang tidak terikat kepada penguasaan bahasa ibu atau satu bahasa saja. Sedangkan pemanfaatannya pada kesempatan yang pragmatis dapat menjadi tantangan dan peluang baru untuk mengontrol hasil dari upaya-upaya yang dilakukan untuk membangkitkan kembali Opera Batak itu.

Selanjutnya Baca: Tulisan ini…