Batakpost – Boenjamin Setiawan, seorang pendiri Kalbe Farma, mengalami masa-masa sulit saat masih duduk di kelas 5 SD Tionghoa Tegal. Saat itu, ia dipanggil oleh gurunya di depan kelas dan mendapat omelan dan pukulan karena mendapat nilai ujian yang buruk, yaitu 5.
Meskipun berasal dari keluarga yang berada, ia merasa malu dan berupaya untuk membuktikan ketidakbenarannya. Ia kemudian memilih untuk fokus belajar dan menekuni buku-buku pelajaran, dan hobi belajar tersebut membawanya ke Fakultas Kedokteran UI dan University of California, AS.
Setelah lulus dan menjadi dokter, Boenjamin tidak langsung bekerja sebagai dokter. Ia lebih tertarik untuk berbisnis obat-obatan dan melakukan riset tentang obat kulit murah yang menelan biaya yang sangat besar pada saat itu.
Ia kemudian mendatangi Wim Kalona, seorang pengusaha obat, untuk meminta pinjaman dan mendirikan PT Farmindo.
Meskipun PT Farmindo akhirnya gagal, Boenjamin tidak menyerah dan pada 10 September 1966, ia bersama saudara-saudaranya mendirikan Kalbe Farma.
Boenjamin dan saudara-saudaranya memulai bisnis mereka dari garasi sebuah rumah yang disewakan pasien mereka di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Awalnya, Kalbe Farma membuat obat sirup, tetes, dan kapsul dengan resep dokter, dan kemudian membangun pabrik di daerah Pulo Mas, Jakarta. Dari sini, Boenjamin berhasil memanfaatkan kekosongan produk obat-obatan di pasar sebagai peluang untuk menciptakan produk-produk obat legendaris Kalbe Farma seperti Kalpanax, Puyer 16 Bintang Toedjoe, Promag, Komix, Procold, Mixagrib, Entrostop, Fatigon, Woods, Extra Joss, Bejo Sujamer, Diabetasol, dan lain-lain.
Promag, salah satu produk obat dari Kalbe Farma, menjadi kunci kesuksesan Boenjamin pada tahun 1976. Produk ini laris-manis karena tidak ada obat yang bisa mengatasi sakit lambung saat itu.
Dengan banyaknya produk obat yang diproduksi, Kalbe Farma pun menjadi pemain besar di pasar farmasi Indonesia dan Asia Tenggara dan bahkan berhasil melantai di Bursa Efek.