“Memang sejak ada imbauan dari pemerintah tahun 2020 tentang rehabilitasi 600 ribu hektare mangrove yang rusak, sudah ada gerakan untuk melakukan penanaman mangrove. Ditambah lagi negara telah berjanji kepada dunia global untuk menurunkan emisi tahun 2030. Dan yang mampu untuk menyerap emisi itu adalah mangrove dan lahan gambut,” bebernya.
Untuk itulah dia meminta, agar dalam penanaman mangrove benar-benar dikenali lokasinya, karena tidak semua pesisir pantai bisa ditanami mangrove. Menurutnya lokasi yang tepat untuk mangrove tumbuh yaitu di kawasan daerah pasang surut.
Ditanya kenapa perusahaan lain tidak banyak mengikuti jejak yang dilakukan PTAR? Menurut peneliti dari Fakultas Kehutanan USU itu, terletak pada tingkat kesadaran suatu perusahaan atau manajemen-nya. Kalau PTAR sadar bahwa lingkungan itu harus dilestarikan bersama masyarakat dan perusahaan.
“Kesadaran itulah yang diperlukan oleh perusahaan yang lain. Dan PTAR sadar betul akan hal itu, sehingga menghadirkan lahan koservasi hutan mangrove ini, padahal tidak ada area mereka di lokasi mangrove, bahkan beda Kabupaten. Tetapi berbicara soal kesadaran lingkungan tidak terbatas wilayah atau tata letak,” jawabnya.
Untuk itulah dia mengajak apa yang sudah dilakukan PTAR dapat ditiru perusahaan yang lain, dan pemerintah bisa mendorongnya lewat program PROPER (Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan). Di mana lewat PROPER itu pemerintah tahu apakah perusahaan tersebut sudah patuh terhadap peraturan pengelolaan lingkungan hidup atau tidak. (Jasgul)
Baca Berita menarik lainnya dari Batakpost.com di GOOGLE NEWS