Oleh: Gina Rahmah Maulidiyah (Progam Studi PPKN, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia)
ABSTRACT
In the discussion of this article, we will discuss the Sumando traditional tradition, namely in coastal communities in Central Tapanuli. This tradition has been carried out in coastal communities for a long time, and is still practiced today. In its early history, this tradition began with population migration from the residents of Poncan Island to the residents of Sibolga, and eventually spread to other areas, namely around the West Coast of Sumatra, more precisely in the Barus area, Central Tapanuli. The term sumando comes from the Batak language “suman” which has a similar meaning. Then the word suman can be changed to the word sumando which can be adapted to the accent of coastal communities. But that doesn’t mean it changes the meaning. In this Sumando tradition, the sumando people of the Central Tapanuli coast usually do it, in general more Muslims do it. In the traditional Sumando tradition, it is usually carried out for around three days and three nights, both at weddings, circumcisions and other events, but unfortunately not at death ceremonies.
Key words: Sumando traditional wedding ceremony; in coastal communities.
ABSTRAK
Pada pembahasan Artikel ini akan membahas tentang tradisi adat Sumando yaitu pada Masyarakat pesisir di Tapanuli Tengah. Tradisi ini sudah lama dilakukan di Masyarakat pesisir dan sudah sejak lama, dan sampai saat ini masih dipraktikkan sampai sekarang. Dalam awal sejarahnya, tradisi ini sudah berawal dari migrasi penduduk dari penduduk Pulau Poncan ke penduduk Sibolga, dan pada akhirnya menyebar ke wilayah lainnya yaitu di sekitar Pantai Barat Sumatera, lebih tepatnya di daerah Barus, Tapanuli Tengah. Pada Istilah Sumando berasal dari Bahasa Batak “Suman” yang artinya memiliki makna serupa. Kemudian di dalam kata Suman ini dapat berubah menjadi kata Sumando yang dapat disesuaikan dengan logat Masyarakat Pesisir. Namun bukan berarti merubah maknanya.
Pada Tradisi Sumando ini biasanya yang dilakukan Sumando Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah, pada umumnya lebih banyak beragama islam yang melakukannya. Pada tradisi adat Sumando ini biasanya dilaksanakan yaitu sekitaran tiga hari tiga malam, baik pada acara pernikahan, terus sunatan, dan acara lainnya. Namun sayangnya tidak pada upacara kematian.
Kata kunci: Upacara pada perkawinan tradisi adat Sumando; di Masyarakat Pesisir.
PENDAHULUAN
Indonesia yang kita ketahui adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Setidaknya di Indonesia terdapat 17.500 pulau besar dan kecil yang membentang yaitu dari Sabang-Marauke dengan luas wilayahnya tersebut. Indonesia sendiri mempunyai kekayaan hayati yang cukup sangat besar dan luas, dengan adanya berbagai macam spesies flora dan faunanya yang ada di Indonesia, termasuk pada endemic. Sebagaimana konsekuensinya, Indonesia dilihat secara komperatif juga memiliki keunggulan masing-masing dibandingkan negara lain. Salah satunya keunggulan ada pada bidang sumber daya alam-nya. Sebagaimana dengan negara kepulauan, sudah tidak diherankan lagi jika lebih kurang dua pertiga dari luasnya keseluruhan dindonesia yaitu pada territorial negara kesatuan yang berbentuk republik ini merupakan salah satu perairan, dengan memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km. selain itu, bahwasannya Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dari pada Kanada, banyak yang mengatakan bisa mencapai kurang 81.000 km. Tentu saja dengan luasnya perairan, panjang pada garis Pantai ini dengan jumlah pulau yang demikian lebih besar. Secara alami Indonesia sangat banyak mewarisi kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan membuat para wisatawan kagum (wahyudin 2003).
Yang kita ketahui sebagai negara kepulauan, Indonesia pada umunya juga mempunyai adat dan budaya di setiap masyarakat yang cukup besar, salah satunya ada pada masyarakat Pesisisr Minang yang terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat ini mempunyai ciri khas atau keunikan tersendiri tentang budaya mereka, Bahasa, serta adat istiadat dan kulinernya yang sangat diminati di kalangan dunia. Keanekaragaman budaya Indonesia yang dimemiliki oleh masyarakat Sumatera Utara, salah satunya pada adat perkawinan. Mereka leih mengenal adat istiadat ini tersebut dengan nama adat Sumando. Tradisi ini memiliki daya tarik tersendiri yaitu pada adat tersebut para peserta pesta perkawinannya. Di Dalam tradisi ini, para kedua mempelai memakai baju pengantin yang sudah dipilih dan sangat indah. Di dalam tradisi ini juga para masyarakat pesisir, mempelai laki-laki biasanya disebut marapulai, sementara itu untuk mempelai perempuan disebut dengan anak daro.
Dengan wilayah yang kecil wilayah yang administratif yaitu terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah, pada adat Sumando mereka masing mempraktikkan di mana sebagian besar masyarakat penduduk di Sumatera Utara, terutama yang beragama islam. Sebagai menjadi contoh yaitu di Desa Patubang, di mana masyarakatnya yang masih rutin melaksanakan tradisi tersebut ini, namun sayangnya tradisi ini sudah dielaborasi dan hanya sesuai dengan perkembangan zaman. Dulunya, adat ini sering dilaksanakan selama tiga hari tiga malam, baik itu untuk acara pernikahan, sunatan, ataupun acara lainnya. Tetapi pada tidak untuk acara kematian, masyarakat tidak menggunakan tradisi ini, yang digunakan ialah prosesi sesuai dengan ajaran islam.
Menurut Para Marga Panggabean di dalam buku adat perkawinan Masyarakat Etnis Sibolga Tapanuli Tengah Pantai Barat Sumatera Utara, sejarah adat Sumando sudah sejak lama dan berasal dari migrasi penduduk penduduk Pulau Poncan ke wilayah penduduk Sibolga, kemudian menyebar ke seluruh wilayah Tapanuli Tengah. Istilah adat Sumando diambil dari Bahasa Batak “Suman” yang artinya memiliki makna serupa. Kemudian, pada kata Suman ini dapat berubah menjadi kata “Sumando” yang artinya dapat menyesuaikan dengan logat masyarakat Pesisir, namun dengan ditetapkannya terdapat perbedaan pada adat Sumando yang ada diwilayah Tapanuli Tengah ( panggabean, 1995).
Bahwasannya yang kita tahu adat Sumando merupakan sebuah elaborasi antara islam dengan adat istiadat yang ada pada adat Minangkabau dan adat Batak. Dengan menggambarkan. bahwa hal-hal baik berasal dari sebuah tradisi. Jika dilaksanakan dengan baik maka akan diterima dan dilaksanakn sepenuh hati oleh masyarakat. Sebaliknya pun begitu hal-hal yang tidak sesuai apa yang kita ingin maka dengan tata krama dan sikap hidup sehari-hari masyarakat akan ditolak. Konsep dasar adat Sumando ini sudah sesuai dengan syariat islam, yang berbunyi “ Adat bersandi syara’, syara Bersandi kitabullah”. yang artinya adat istiadat, kebiasaan, dan perilaku setiap masyarakat harus berdasarkan syariat islam (nainggolan, 2005)
Artikel ini dibuat dengan tujuan berupaya menelusuri bagaimanasih ekstensi tradisi adat Sumando di masyarakat pesisir Tapanuli Tengah, dan terlebih dari khususnya yang berada di Desa Pananggahan. Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk memperkenalkan tradisi adat Sumando kepada semua khayalak ramai yang ada di seluruh Indonesia, agar mereka tau akan keberadaannya dan terus melestarikan walaupun zaman terus berganti.
Tata Cara Adat Sumando dalam Meminang Wanita (Anak Daro)
Yang sudah kita ketahui dan kita bahas bahwa adat Sumando merupakan suatu adat yang selalu melekat pada masyarakat pesisir Tapanuli Tengah, adat ini dapat diartikan oleh masyarakat di Tapanuli Tengah sebagai kesatuan, yaitu pertambahan ataupun pencampuran antara satu keluarga besar ini dimana lewat ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama islam, dengan diresmikannya upacara adat ini biasanya disebut dengan nama baralek. Setelah itu adat ini dilaksanakan, maka adat Sumando ini (seorang menantu) sudah diikat dengan sebuah pernikahan, sehingga semua sudah dianggap menjadi tingkah laku baik buruknya menjadi tanggung jawab bersama kedua keluarga besar (Pasaribu, 2011).
Bagi penduduk masyarakat Sumando di pesisir Tapanuli Tengah, bukan hanya adat yang lain pada adat Sumando juga memiliki ikatan batin kekeluargaan yang sangat kuat , menjadikannya sarana komunikasi dalam hal persaudaraan. Pada Masyarakat pesisir Tapanuli Tengah. Adat Sumando ini sangat dihargai dan dihormati sejak lama. Maka dari Itulah mengapa kita dalam mengatasi suatu persoalan atau permasalahan yang pada (Adukusuma, 1990). Di dalam kata/kalimat adat Sumando dalam Bahasa Batak berarti cantik/sesuai, jika dipelajari secara mendalam artinya adalah besan-berbesan. Adat Sumando sering melingkupi tata cara adat pernikahan di daerah wilayah yaitu pada sekitaran Pantai Barat Sumatera, terutama pada daerah Tapanuli Tengah dan tak lupa juga pada daerah Sibolga, tradisi ini biasanya dilaksanakan pertama kali atau dimulai dari marisik, sampai dengan tahapan tapanggi (mengunjungi keluarga laki-laki ) (Narulita, 2020).
Pada Perwakinan masyarakat adat Sumando di pesisir Tapanuli Tengah juga memiliki ciri khas dalam tata cara dan aturannya tersendiri. Meskipun memiliki kekhasan dan kemiripan dengan etnik Minangkabau serta beberapa etnik lainnya, namun adat Sumando tak mau kalah dengan tradisi yang dipakai oleh masyarakat pesisir Tapanuli Tengah memiliki nilai adatnya tersendiri. Mulai dengan merisik (memastikan calon mempelai), dilanjut dengan sirih tanyo (bertanya kesediaan calon), lalu dengan maminang (menanyakan uang mahar), terus dengan mengantar kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati), lalu dengan mato karajo (akad nikah), dilanjutkan dengan adat Sikambang, dan yang terakhir dengan manjalang-jalang (memohon doa restu kepada kedua orang tua).
Banyak para masyarakat teruatama menurut Zulfikar Simbolon, salah satu warga di Desa Tapanuli Tengah. Beliau mengatakan perihal tentang hantaran mahar. Di mana kedua keluarga tersebut bermusyawarah untuk harus menentukan besar hantaran (mahar) yang akan diberikan kepada keluarga wanita atau calon mempelai wanita. Ketika sudah selesai, kedua belah pihak dan sudah sepakat, maka dari keluarga dari mempelai wanita juga telah sepakat, datanglah pihak dari keluarga calon mempelai laki-laki yang akan membawakan hantaran (mahar) yang sebelumnya sudah disepakati dengan adanya cara menggendong hantaran (mahar) tersebut, dengan cara digendong seperti bayi yang baru dilahirkan. Lalu pada Hantaran (mahar) tersebut akan dimasukkan ke sebuah wadah yang khusus dan juga biasanya dibungkus dengan kain berwarna kuning (kata pak zulfikar).
Selain dari pada itu, pada adat Sumando akan ada upacara adat yang akan dilaksanakan pada malam hari sebelum hari pernikahan. Adat apakah itu, adat ini biasanya disebut dengan “Malam Bainar” atau bisa juga memakai inai pada kedua kaki mempelai dan tangan dari kedua calon mempelai. Biasanya adat ini dilakukan di rumah calon mempelai masing-masing. Semua yang dilakukan profesi adat perwakinan masyarakat pesisir Tapanuli Tengah dilaksanakan dengan ritual yang sudah diturunkan temurun dengan dilaksanakan secara khidmat dan pada nilai budaya itu sendiri. Sehingga pada mempelai perempuan (anak daro) dan pada mempelai laki-laki (marapulai) dapat merasakan betapa bahwa mereka berdua adalah sepasang pengantin yang berasal dari pesisir Tapanuli Tengah (Nainggolan,2005)
Pada awal mulanya adat Sumando dalam memakai inai yaitu pada malam hari sebelum hari pernikahan dan hanya untuk memberikan kecantikan pada anggota tubuh kedua mempelai saja. Namun menurut para leluhur dengan kepercayaan mereka, kegiatan ini untuk memerahkan kuku jari calon mempelai sehingga memiliki makna sangat magis. Jari-jari yang harus dimerahkan dengan inai lalu dibalut dengan daun sirih akan membuat/memberikan kekuatan untuk melindungi atau kemungkinan dijauhkan dari hal-hal buruk yang bakal terjadi kepada kedua calon mempelai. Kuku yang akan diberikan warna merah juga memiliki arti yaitu artinya selama dia berada dalam kesibukan dalam menghadapi suatu macam bahaya di dalam acara pernikahan tersebut. Maka dia akan selalu dilindungi dari segala macam bahaya akan datang (Pasaribu, 2004).
Pada Pelaksaan tersebut acara pernikahan ini tidak terlepas dari iringan musik dan juga tarian biasa kita tahu dan terkenal dengan kesenian “sikambang”. Tarian Sikambang ini sendiri berasal dari kata “si” dan “kambang” yang Namanya tersebut berasal dari sebuah alat musik gendang ini merupakan khas dari masyarakat pesisir tapanuli tengah yang dapat artikan bahwasannya sikambang sebagai salah satu jenis kesenian yang bercorakan petuah, berima lagu, dan berwujud tarian. Pada Alat musik yang biasa digunakan tarian sikambang untuk mengiringi nyanyian dan tarian dalam kesenian ini adalah gendang sikambang. Gendang tersebut ada banyak, yaitu meliputi gendang batapik,gendang singkadu, gendang carano dan biasanya digunakan untuk mengatur tempo musik,dan terakhir untuk mengatur pada akordion. Dari Berbagai macam tarian yang biasanya kita jumpai salah satu tarian ini yang diiringi kesenian sikambang yaitu adalah tarian adok,ada tarian saputangan,lalu ada tarian paying,lalu tarian perak,lalu ada tarian sampayo, lalu ada tarian anak yang selalu diringi lagu sikambang dan lain sebagainya.
Para Peneliti sudah terlebih terdahulu membahas bagaimana sih sebuah tarian behasil dielaborasi dari berbagai etnik yang satu menjadi sebuah tarian indah khas pesisir,dulu pernah dituliskan oleh monica mauliyandari yang bertuliskan tentang interaksi symbol tari sampayo pada masyarakat pesisir sibolga. Bahwa Tari sampayo ini adalah sebuah tarian yang harus dipertunjukkan kepada banyak orang pada saat acara pernikahan masyarakat pesisisr tapanuli tengah. Terlebih lagi di Dalam tarian ini, hanya laki – laki yang diperbolehkan dan diperkenankan untuk menarikannya. Karena kenapa? hal ini dikarenakan pada zaman dahulu, laki laki dan perempuan tidak diperbolehkan untuk menari Bersama karena alasan ajaran agama. Namun seiring perkembangan zaman penari wanita saat ini sudah diperbolehkan untuk menarikannya. Tarian ini biasanya tidak hanya dipertujunkkan pada acara pernikahan tetapi juga pada acara acara hiburan lainnya. Di dalam Gerakan tarian tersebut, bahwa terdapa pesan tersirat yaitu petuah atau nasehat kepada kedua orang tua pengantin dengan melalui Gerakan tari dan pantun ini. Selama pertunjukkan berlangsung tari ini hanya terjadi interaksi antara penari dengan kedua orang mempelai pengantin melalui simbol gerak yang terdapat didalam tarian sampayo. (mauliyandari,2003)
Tarian sampayo ini memiliki interaksi sosial yang sangat terbangun dengan masyarakat pesisir tapanuli tengah. Hal itu dapat dibuktikan dan dapat kita lihat dari latar belakang permukimam masyarakat pesisir yang membentuk komunitas di dekat pinggiran pantai. Masyarakat pesisisr tapanuli tengah awalnya memiliki akulturasi budaya campuran, diantaranya yaitu etnik Minangkabau ,ada etknik batak dan ada etknik melayu. Interaksi ini kerap sekali muncul dari berbagai etnik tersebut, kemudian dengan Bersama – sama membentuk sebuah bingkai budaya masyarakat yang tinggal di pesisir tapanuli tengah tersebut, hal ini menjadi suatu hal yang dapat disampaikan oleh mitri manalu, bahwasannya budaya pesisir merupakan sebuah alat komunikasi pada masyarakat pesisir dalam menyampaikan suatu maksud dan tujuannya dari dalam bentuk upaya oleh masyarakat pesisisr tapanuli tengah dalam menyampaikan maksud dengan tujuan, salah satunya dengan tarian sampayo.
Kata dari sampayo sendiri berasal dari nama sebuah tumbuhan yaitu tumbuhan yang tumbuh di hutan. Sampayo itu sendiri dan memiliki buah yang asam serta manis, analogi dari buah tersebut dapat tergambarkan bagaimana kehidupan yang dijalani manusia pada umumnya, tarian sampayo memiliki Gerakan yang sangat indah,mulai dari bentuk penyajiannya, lalu gerakannya berulang- ulang, pantun bersenandung yang didalamnya berisikan nasehat serta pola lantai yang berbentuk lingkaran. Tarian sampayo biasanya ditampilkan pada acara pernikahan atau hiburan lainnya. Para penari yang ikut serta menarikan tarian ini biasanya menari sambil disertai nyanyian dan pantun sampayo, yang berberjumlahkan empat,enam,sampai dengan delapan orang serta tidak diperbolehkan adanya dalam jumlah ganjil, tarian ini juga memiliki pesan moral yang berisi nasehat penting dimana di dalam nasehat tersebut berwujud sebuah petuah,sindiran atau ungkapan perasaan bagi kedua orang mempelai pengantin (manalu, 2012).
Tarian sampayo sendiri juga memiliki iringan music yang eksternal, bisa berupa music yang lahir dari luar tubuh manusia atau menggunakan alat musik yang memiliki arti. Di dalam Tarian ini biasanya di iringi lagu secara langsung oleh para pemain musik yang terdiri dari seperangkat alat,seperti : gendang,batapik,biola,acordin dan singkadu. Musik dialam tarian ini digunakan dalam pertujnjukan adalah musik sikambang yang sudah menjadi ciri khas masyarakat pesisisr tapanuli tengah.
Selain itu daripada itu, dari berbagai tarian ini biasanya mengiri tradisi sikambang , tarian anak ini menjadi daya Tarik arian yang paling disering ditampilkan. Tarian anak ini dibawakan oleh sepadang penari laki-laki dan perempuan. Pada awalnya mulanya tarian ini selalu ditampilkan pada setiap acara pernikahan di dalam masyarakat pesisisr tapanuli tengah, namun dengan seiring perkembangan zaman tarian ini sudah semakin jarang ditampilkan. Hal ini karena untuk menampilkan tarian ini saja harus membutuhkan biaya yang cukup mahal. Namun walaupun begitu, masih ada banyak sebagian masyarakat di pesisisr tapanuli tengah sana yang menggunakan tarian ini dalam acara pernikahan. Tentu saja yang memiliki rezeki berlebih. Di dalam acara pernikahan, tari anak biasanya dapat diringi dengan iringan musik dan lagu sikambang . teks lagu sikambang biasanya berisikan sebuah nasehat, doa dan ungkapan rasa syukur orang tua kepada sang mempelai. Semuanya itu terangkum dalam bentuk sebuah tarian.
Pakaian Adat Menjadi Lambang Kebesaran Pada Tradisi Sumando
Di dalam makna ini yang jauh lebih luas adalah dimaksudkan dengan sumando merupakan sebuah kesatuan ruang lingkup sebuah kebudayaan pesisir yang dimana terdiri dari beberapa adat istiadat,kesenian, Bahasa dan makanan. Sedangkan dari dalam pembagian wilayah, suku pesisir yang termasuk kedalam adat sumando itu dimaksud terdapat di kabupaten tapanuli tengah dan termasuk di kota sibolga, namun demikian kebudayaan pesisir tidak hanya dapat kita lihat dikedua wilayah tersebut saja yang kebudayaan ini menyebar di hamper seluruh wilayah dan sekitar pantai barat sumatera, diantaranya melingkupi kabupaten mandailing natal, ada nias, dan sebagian lainnya terdapat wilayah aceh (singkil dan melauboh).
Pada Adat Sumando ini masyarakat pesisirnya setidaknya memiliki perbedaan yaitu dapat kita bandingkan dengan ikatan kekeluargaan pada adat dalihan na tolu yang termasuk adat itu terkandung di dalam adat masyarakat batak. Dalam adat dalihan na tolu, biasanya adat ini lebih mengatur sebuah komunitas terkecil di dalamnya masyarakat batak, setidaknya kata orang yang berperan sebagai boru. merupakan sebuah kesatuan yang mnejadikan suatu pertambahan dan pernikahan menurut hukum islam dan disahkan dengan “orang sumando” yang dimaksud ialah seorang menantu (abang ipar/adik ipar) , yang sudah menjadi sebuah jembatan persaudaraan. Pada umumnya, terdapat di masyarakat pesisir ini yang menghargai ikatan kekeluargaan oleh sebab itu, tidak ada satupun adat yang berani tempuh tanpa adanya melibatkan musyarawah semua anggota keluarga. Masyarakat pesisir juga menggunakan adat yang sudah memiliki motto ”bulek ai dek dipambulu, bulek kato dek mufakat. Dek saiyo mangko sakato dek sakato mangko sepakat” (Nainggolan 2005)
Dapat dilihat dari perkembangannya, adat sumando ini diwarnai oleh adat dan kebiasaan mereka dari kebudayaan lain, baik itu dari lokal maupun orang asing dari bagian pernikahan dan pergaulan. Di dalam sejarahnya, ekstensi suatu sebuah bagian penting sebagai bagian antisipasi terhadap tantangan yang dihadapi di dalam kehidupan bermasyarakat termasuk dari adat, marga, dan etnik dan ada tiga unsur yang berperan dalam menentukan adat sumando, salah satunya adat,sara dan kitabullah, atau terkadang termasuk ke dalam pemaknaan adat bersendi qitabullah sementara menurut masyarakat lain yaitu hamid panggabean, adat sumando berasal dari kata suman dan do. Do sendiri bermakna “saja” dan sumando yang bermakna “serupa saja” . hal ini yang bermaksud, pada adat batak dan pada Minangkabau memiliki sebuah kesamaan (panggabean 1995).
Di tapanuli tengah memiliki adat tersendiri yaitu pada istiadat,kesenian dan juga daerah territorial yaitu pada sekitaran pesisir pantai. Ketika sebuah acara pernikahan di tapanuli tengah masyarakat pesisir biasanya menggunakan adatnya masing – masing. Tetapi tak banyak dari mereka tetap menyertakan kesenian khas pesisir tersebut, yaitu yang kita ketahui pada kesenian sikambang sudah bagian dari acara pernikahan. Kehadiran kesenian ini pada acara pernikahan masyarakat pesisir tapanuli tengah seakan – akan untuk menunjukkan rasa terhadap khas kesenian mereka tersebut. Sehingga, sebuah kesenian menjadi milik Bersama dan menjadikan bagian dari masyarakat pesisir tapanuli tengah, biarpun begitu banyak etnik yang bermacam macam lewat kesenian sikambang yang telah ditampilkan pada acara pernikahan, menunjukkan cara mereka yaitu masyarakat pesisir tapanuli tengah menghargai perbedaan etnik yang ada dan sudah terjadi di antara mereka sejak lama. (sinar, 2010).
kesenian sikambang terjadi apabila antara tradisi yang berasal pada etnik minang dan etnik melayu, namun keduanya berasal dari minang dan tetap saja terlihat minang, dan yang tadi dari melayu akan tetap terlihat melayu.hal ini tersebut dapat kita lihat pada dua tarian khas masyarakat pesisir tapanuli tengah (tari randai dan tari kapri) biasanya keduanya terdapat di dalam kesenian sikambang. Kedua tarian ini sebuah simbol yang dapat kita lihat di wlayah pesisir tapanuli tengah, dimana setiap etnik melayu dan minang yang mampu beraptasi akan memberikan sebuah bentuk kultur kesopanan terhadap masyarakat pesisisr yang majemuk di wilayah mereka. (rawaida , 2013).
Pada Tari randai tersebut merupakan sebuah tarian sering ditampikan sebagai penyambutan disebuah acara yang terpengaruh oleh adat minang. Baik dari minang itu sendiri atau di wilayah tapanuli tengah, tarian ini tetap dikenal dengan nama tari randai,namun demikian tari randai pada masyarakat pesisir berbeda dengan tari randai yang ada pada masyarakat minang. Bagi masyarakat adat minang, tari randai ini merupakan sebuah teater atau pertunjukan yang diambil sebagian dari kesenian randai pada masyarakat pada adat Minangkabau, yaitu dalam Gerakan silatnya juga merupakana pada pola melingkar yang dijadikan sebagai bentuk tarian dan akan ditampilkan pada acara pernikahan tersebut sebagai hiburan yang biasanya diselenggarakan oleh masyarakat pesisir tapanuli tengah. Terdapat pada Gerakan tari ini biasa yaitu di dalam tari randai di dominasi oleh Gerakan – Gerakan silat minang yang dominan dilakukan oleh penari laki – laki.
Namun daripada itu selain tari randai, ada tarian yang biasanya juga hadir di dalam acara pernikahan pada masyarakat pesisir tapanuli tengah yaitu adalah tari kapri. Pada tarian ini lebih cenderung biasanya ditampilkan oleh mudah – mudi dimana tarian ini ditampilkan sebagai tarian pembuka juga disebuah acara si kambang. Jika kita lihat dari Gerakan gerakannya. Tarian ini cenderung mengandung unsur tarian etnik melayu yang dapat terlihat dalam Gerakannya adalah cara mengayun saputangan. Gerakan inilah menjadi sebuah kunci gerak dasar atau yang paling khas dalam tarian ini.
Pernikahan pada masyarakat pesisir tapanuli tengah, kedua mempelai pengantin akan disuruh mengenakan pakaian adat khas tradisi adat sumando. Ada beberapa pernak – Pernik hiasan pada sebuah busana kedua pengantin,khususnya pada seorang mempelai wanita (anak daro) yaitu ada,perlengkapan busana wanita meliputi alas kaki,kain,baju,selendang,korset,sanggu gadang, ada juga perhiasaan busana wanita seprti kalung,tali pinggang,gelang siku,gelang tangan,gelang kaki,anting- anting. Tak lupa dengan mempelai pria (marapulai) yaitu perlengkapan busana pria tersebut adalah sepatu,celana,baju dalam,otto,kain,jas luar,perhiasaan busana pria terdapat kalung,ikat pinggang,kri/seo, dan terakhir penutup kepala.
Yang menjadikan tahapan di dalam sebuah pesta pernikahan ini juga tak jauh memiliki ciri kekhasan dan keunikan dengan tata cara mereka yang hadir dengan nilai budaya. Penggunaan pada pakaian adat sumando dikenakan yaitu setelah akad nikah di langsungkan. Dan Kedua pengantin akan menggunakan pakaian khas mereka di masyarakat pesisir tapanuli tengah dan akan disandingkan di atas pelaminan. Pada umunya, Biasanya rombongan yang arak-arakan pada pengantin laki – laki dan akan duduk secara melingkar di depan pelaminan. Hal ini sudah menjadi syarat terpisah agar pihak dari wanita yang biasanya melaksanakan rangkaian kegiatan makan dan mempunyai adat.ini dilaksanakan agar para kedua pengantin yang akan melaksanakan resepsi pernikahan dianggap dikenal orang pesisir.
Adapun pada Pakaian adat pernikahan adat sumando ini merupakan suatu bersifat khas dan menjadi daya Tarik yang unik , yang dapat mengidentifikasi diri dan menimbulkan perasaan bangga. Selain itu, terdapat pula pada fungsi – funsgsi berupa nilai budaya yang terdapat di dalam pakaian adat sumando tersebut. Dari Pemahaman nilai budaya yang terkandung, lahirlah simbol yang identic digunakan dan juga dimiliki nilai budaya, agama, sosial dan simbolis. Dan Kecantikan pada pakaian adat sumando menjadkan sebuah dasset budaya dan negara yang patut dilestarikan yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi,serta dapat menjadi sebuah pertunjukan wisata pada kebudayaan yang terdapat di kabupaten tapanuli tengah tersebut .
Kesimpulan
Yang sudah kita bahas diatas tadi bahwa pada Adat sumando ini yaitu terdapat di tapanuli tengah tidak begitu jauh berbeda dengan yang ada di sumatera barat (Minangkabau). Dari Kedua adat ini telah lama terjalin interaksi dalam sejarah yang dapat mengakibatkan penyebaran dan pertukaran di budaya. Di sebuah desa itu sendiri sudah sesuai dengan apa yang tertulis sesuai adat dan istiadat. Masyarakat tetap terus melestarikan dan harus terus mempraktikkan tradisi ini. Namun tidak selalu sering,dikarenakan pasalnya diperlukan biaya yang cukup mahal untuk melangsungkan adat sumando tersebut. Maka dari itu, hanya orang – orang memiliki rezeki lebih yang mungkin dapat melangsungkan tradisi ini. Tradisi ini yang kian langka sebenarnya yang sudah memiliki nilai magis dan setiap aturannya tersendiri. Pada semua proses di adat tersebut dilaksanakan dengan sangat khidmat, sehingga para kedua mempelai benar merasakan betapa senangnya mereka sebagai pengantin yang berasal dari pesisir tapanuli tengah. Adat sumando ini juga sangat unik dan juga memiliki nilai budaya yang tinggi ini, seharusnya adat ini lebih dilestarikan oleh masyarakat yang berada di pantai barat sumatera, khususnya yang berada di barus, tapanuli tengah agar para pendatang tahu tentang adat sumando tersebut. Adat ini juga sudah menjadi tradisi yang sering dijadikan kebanggaan masyarakat pesisisr. Pemerintah di kabupaten tapanuli tengah juga sebaiknya ikut dalam memberikan dukungan dan bantuan serta edukasi kepada masyarakat untuk terus semangat menjaga serta merawat keberlangsungan pada tradisi adat sumando ini di era zaman sekarang. (***)
Refensi
Adikusuma, H. (1990). Hukum Perkahwinan Adat. Citra Aditya.
Arikunto, S. (1999). Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2016). Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta.
Manalu, M. A. (2012). Peranan Musik Sikambang dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando di Masyarakat
Mauliyandari, M. (2013). Interaksi Simbol Tari Sampayo Pada Masyarakat Pesisir Sibolga. Gesture, 2(2).
Nainggolan, R. (2005). Buku Adat Perkawinan Masyarakat Etnis Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Pantai Barat
Narulita, S. D. (2020). ABSTRAK: Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah/Sibolga. Dinas
Panggabean, H. (1995). Bunga Rampai Tapian Nauli. Tapian Nauli-Tujuh Sekawan.
Pasaribu, S. (2011). Adat dan Budaya Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah/Sibolga. Badan Perpustakaan, Arsip
Pasaribu, S. (2014). Budaya dan Pariwisata Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Dinas Pariwisata Kota Sibolga.
Ruwaida. (2013). Kesenian Sikambang: Perspektif Multikultural Sebagai Identitas Budaya Pesisir Sibolga.
Gesture, 2(2). https://doi.org/https://doi.org/10.24114/senitari.v2i2.1442
Sinar, T. L. (2010). Mengenal Adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Forkala Sumut.
Wahyudin, Y. (2003). Sistem Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Pesisir. In Makalah Pelatihan
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pusat Diklat Kehutanan (Issue October).
https://doi.org/10.13140/RG.2.1.2522.6965.
Baca Berita menarik lainnya dari Batakpost.com di GOOGLE NEWS